Sinopsis & Review How to Make Millions Before Grandma Dies
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.
Lahir dari tangan dingin Pat Boonnitipat selaku sutradara sekaligus penulis naskah, How to Make Millions Before Grandma Dies langsung menjadi favorit warga Thailand di minggu awal peluncurannya.
Film bertema keluarga ini mengajak kita pada kisah sederhana yang memang sering terjadi di kehidupan nyata, yakni tentang hubungan antara kakek-nenek dengan anak dan cucu mereka.
Ketika resmi tayang di Indonesia, film ini juga langsung menarik perhatian masyarakat. Malah, film ini lebih sering dibicarakan di sosial media ketimbang film box office Hollywood yang tayang di waktu bersamaan: Kingdom of The Planets of The Apes dan IF: Imaginary Friends.
Lantas, seperti apa kisah yang disajikan film ini? Berikut sinopsis dan ulasannya dari Showpoiler!
Sinopsis
Tahun Rilis | 2024 |
Genre | Drama |
Sutradara | Pat Boonnitipat |
Pemeran | Billkin Putthipong Assaratanakul Taew Usa Semkhum |
Review | Baca di sini |
Setiap tahunnya, keluarga besar M (Billkin Putthipong) dari ibunya selalu mengunjungi makam kakek buyut. Hal ini merupakan seruan dari neneknya, Meng Ju (Taew Usa), karena merasa orang yang sudah meninggal juga harus dikunjungi sekaligus ajang agar anak dan cucunya bisa berkumpul.
M dan dua pamannya, Kiang (Duu Sanya) dan Soei (Phuak Pongsatorn), tampak mulai bosan dengan tradisi ini. Ketika disuruh membantu menaburkan bunga pada makam buyutnya oleh sang ibu (Jear Sarinrat), M malah tenggelam dengan game di ponselnya meski pada akhirnya tetap menurut.
Karena kemalasan inilah neneknya yang ia panggil Amah terpaksa ikut menaburkan bunga dan terjatuh. Amah lalu dibawa ke dokter untuk diperiksa kondisinya setelah kejadian itu.
Walau cedera yang dialami ringan, namun satu kabar dari dokter mengenai kondisi kesehatan Amah membuat ibu M dan dua pamannya khawatir. Amah didiagnosis menderita kanker usus stadium 4 dan hanya memiliki waktu satu tahun untuk bertahan hidup.
M yang juga mendengar kabar ini khawatir meski tak tahu harus berbuat apa. Sampai akhirnya ia mencoba mengunjungi Mui (Tu Tontawan), sepupunya dari sang Ayah yang sudah menjaga Kakek mereka, Agong, sejak lama. Agong kini terbaring lemah di kasur, kondisinya sudah renta dan tinggal menunggu ajal.
M bertanya mengapa Mui mau menghabiskan masa mudanya untuk menjaga kakek mereka dan tidak memilih untuk bekerja. Mui pun mengaku bahwa apa yang ia lakukan sekarang adalah pekerjaan dengan penghasilan yang sangat tinggi.
Hal ini membuat M terkejut, namun ia jadi tertarik dengan “pekerjaan” yang dimaksud Mui. Apalagi ia sadar bahwa keputusannya berhenti kuliah dan menjadi seorang streamer game tampak belum membuahkan hasil. Dan kebetulan, M juga punya “klien potensial” yang bisa dirawatnya sekarang: Amah. Sejak itulah M mulai mengunjungi Amah.
Amah tentu merasa aneh dengan perilaku M yang tiba-tiba sering datang berkunjung dan membantunya. Padahal cucunya itu sama sekali tak pernah berkunjung selain di kumpulan akhir pekan keluarga mereka. Amah jadi penasaran dengan maksud M melakukan hal ini.
M tanpa ragu memberitahu kondisi kesehatan Amah, padahal penyakit ini dirahasiakan ibu dan dua paman M karena tak mau Amah merasa terbebani.
M dengan mudahnya membocorkan rahasia tersebut dan mengatakan pada Amah bahwa ia akan membantu merawat sang nenek. Padahal di dalam hatinya M hanya berniat untuk menjadi cucu terfavorit Amah guna bisa mendapatkan warisan besar seperti Mui ketika Agong meninggal dunia.
Amah, yang terkejut dengan fakta mengenai kondisi kesehatannya pun jadi menerima permintaan M. Sejak itulah M memutuskan untuk menjaga Amah secara full-time dan tinggal di rumah sang nenek.
Walau awalnya kesulitan, M perlahan bisa membiasakan diri membantu kegiatan neneknya yang masih produktif di usia senja. Mulai dari berjualan bubur, melakukan persembahan pada dewa, hingga menabung ke bank.
M juga membantu Amah mandi hingga menaiki tangga, serta sigap menemani ketika neneknya itu harus rutin menjalani kemoterapi dengan antrean yang sangat panjang di rumah sakit.
Tanpa disadari, hari-hari yang dilewati bersama membuat M jadi tulus merawat sang nenek. Terutama ketika M menyadari bahwa Amah tak mendapat perhatian yang cukup dari dua anak lelakinya, Khiang dan Soei. Padahal, Amah selalu membantu dan mendahulukan keperluan dua paman M tersebut.
Khiang memang kini tampak menjalani hidup yang sempurna. Ia punya penghasilan tetap yang besar dari trading saham dan tinggal bersama istri serta putri semata wayangnya yang pintar.
Kesempurnaan ini sayangnya membuat Khiang terkadang lupa pada Amah. Meski Khiang pernah menawarkan agar sang ibu bisa tinggal dengannya, Amah tak merasakan ketulusan dari putra tertuanya tersebut.
Soei, si bungsu yang kehidupannya paling bermasalah dibanding kedua kakaknya, juga tampak acuh tak acuh pada Amah. Soei seolah lupa bahwa Amah sering membantunya membayar hutangnya. Namun Soei malah memanfaatkan kebaikan ibunya itu untuk terus meminta uang. Bahkan suatu ketika M dan Amah pernah memergokinya mengambil tabungan Amah.
M tahu bahwa Soei memiliki hutang banyak yang harus dilunasi karena kebiasaan buruknya dalam berjudi, namun ia merasa pamannya tak pantas untuk terus menyusahkan Amah. Alhasil, M pun memberikan kalung perak warisan Agong dengan harapan Soei tak datang lagi ke rumah Amah.
Kesal dengan perlakuan dua pamannya, M berusaha untuk menyadarkan neneknya akan hal itu. Namun, Amah tak memercayai apa yang diucapkan M karena ternyata M juga dipandang sebagai cucu yang hanya ingin “menuai” darinya. Hal ini lantaran Amah pernah kedatangan orang yang berniat membeli rumahnya.
Amah terkejut ketika mengetahui bahwa M diam-diam mengiklankan rumahnya secara daring. Meski tak pernah mengungkapkan masalah ini, hal ini membuat Amah kecewa dan menyuruh M untuk berhenti merawatnya juga kembali ke rumah.
M sangat sedih dengan permintaan tersebut, apalagi sekarang ia sudah melupakan intensi awalnya yang buruk pada Amah. Kini, ia menyayangi Amah dengan tulus meski tak pernah tahu perbuatannya dulu sudah diketahui oleh sang nenek.
Amah pun kembali tinggal sendiri. Menjalani kegiatannya tanpa menyadari bahwa ia juga merindukan kehadiran M. Kondisi kesehatan Amah pun tak kunjung membaik. Bahkan, dokter berkata bahwa sudah tak ada harapan bagi Amah untuk bertahan meski harus terus menjalani kemoterapi.
Kabar ini membuat M dan ibunya semakin terpukul. Soei dan Khiang juga mengetahuinya, namun Soei tampak tak peduli sementara Khiang malah mendesak ibu M untuk mulai mengurusi surat warisan Amah.
M kembali dikecewakan dengan kedua pamannya, dan hal inilah yang membuatnya berusaha membujuk Amah untuk tidak memberikan warisan pada dua putranya yang tak tulus itu.
Sayangnya kasih sayang Amah pada anak-anaknya tidak pernah pudar sekalipun dikecewakan oleh mereka. Amah memutuskan untuk membagi warisannya dan memberikan Soei rumahnya karena tahu putra bungsunya itu punya hutang besar. Padahal, akhirnya Soei menjual rumah tersebut dan malah memasukkan Amah ke panti jompo.
M yang awalnya sakit hati dengan keputusan Amah, perlahan mulai bisa menerima ini. Ia berniat untuk merawat Amah di rumahnya bersama sang ibu karena tak tega melihat sang nenek di panti jompo. Mereka pun menghabiskan waktu bersama sampai ajal menjemput Amah.
M sedih bukan main tapi harus bisa merelakan kepergian sang nenek. Tak lama, ia mendapatkan kabar dari pihak bank kalau ternyata Amah mewarisi M seluruh tabungannya yang berjumlah cukup fantastis.
Kabar inilah yang membuat M sadar bahwa Amah juga menyayanginya. M kembali hancur, namun ia tahu apa yang harus dilakukannya dengan uang tersebut.
M memutuskan untuk memberikan neneknya itu tempat peristirahatan bernilai 1 juta baht yang Amah inginkan sejak lama. Dengan ini, Amah ingin orang-orang memandang anak-anaknya berbakti padanya karena memberikan tempat peristirahatan yang layak.
Banjir Realita dengan Sentuhan Budaya Tionghoa
Film ini membuat saya “tertampar” oleh kisahnya yang dibanjiri realita. Ketika bicara keluarga, kita sering kali terlalu fokus pada keluarga utama kita, dan melewatkan fakta bahwa kakek dan nenek juga merupakan bagian dari keluarga.
Kakek dan nenek yang merupakan orang tua dari orang tua kita juga perlu mendapatkan perhatian dari keluarganya di masa tua mereka. Apalagi mereka yang sudah senja sebenarnya memerlukan banyak bantuan karena tak bisa lagi berkegiatan seproduktif ketika muda dulu.
Mereka juga pasti kesepian ketika tiap anak mereka sudah memiliki keluarga masing-masing, persis seperti yang dirasakan Amah dalam film. Pesan ini tersirat jelas dalam film yang berjudul asli Lahn Mah tersebut.
Selain relate, film ini juga menampilkan banyak budaya Cina yang menjadi background keluarga M dan nenek sebagai keturunan Tionghoa. Meski sejak generasi setelah Amah tradisi ini mulai terhapus, ia selalu berusaha untuk melestarikannya walau yang tersampaikan pada anak-anaknya sangat sedikit.
Akting Memukau
Dengan premi sederhana, harus saya akui bahwa kualitas akting tiap karakternya membuat film ini terasa berkesan. Saya tidak menyangka bahwa ini adalah film pertama Taew Usa di usianya yang menginjak 78 tahun.
Akting Taew Usa memerankan karakter Amah sangat apik. Ketika usianya dikisahkan muda, ia tampil benar-benar bugar. Dan saat Amah sudah mendekati ajal, ekspresi wajah sang aktris pun jadi kaku dengan sorot mata kosong dan tubuh yang lemas. Bonding-nya dengan Billkin juga tampak alami, persis seperti nenek dan cucu sungguhan.
Penampilan Billkin pun patut diacungi jempol. Sang penyanyi-jadi-aktor tampil luwes di film pertama yang mendapuknya sebagai pemeran utama ini. Ia berhasil memerankan karakter M, si cucu yang lugu juga kocak. Elemen komedi yang mengisi film bahkan kebanyakan datang dari karakter M, yang berhasil dieksekusi baik oleh Billkin.
Para pemeran lain seperti Duu Sanya, Phuak Pongsatorn, hingga Jear Sarinrat juga tampil prima, dan tentu saja, jangan lupakan keberadaan Tu Tontawan yang membuat film ini semakin berkesan. Meski tampil hanya di beberapa scene, karakter yang diperankan Tu berhasil memberikan suntikan emosi yang tepat ketika film mencapai puncak konflik.
Keberhasilan Sisi Produksi
Selain kuat dari aspek naskah, cerita dan cast, film ini menyajikan produksi yang tak mengecewakan. How to Make Millions Before Grandma Dies hadir dengan banyak pengambilan gambar yang “humble”, sederhana namun nyaman dipandang.
Sang sutradara tentu tak lupa untuk menyelipkan beberapa aesthetic shots, terutama di scene yang paling berkesan; misalnya adegan kereta melintas ketika M mengingat mengapa neneknya memberikan tabungan padanya sebagai warisan. Yup, adegan ini menjadi kunci utama dari penyelesaian konflik dalam film.
Pengambilan gambar yang pas juga ditunjang dengan scoring indah dari Jaithep Raroengjai yang sudah melalang buana sebagai composer di industri hiburan Thailand sejak tahun 2018. Ia bisa dengan tepat memberikan sentuhan ajaib pada beberapa scene lewat komposisi musiknya.
Pengembangan Karakter Kurang Maksimal
Ketika melihat poster filmnya, saya mengira semua tokoh yang ada dalam poster merupakan tokoh utama, sehingga saya sangat menantikan bagaimana setiap karakter dari keluarga nenek dan M ini akan berkembang dalam cerita.
Sayangnya prasangka saya meleset ketika menyaksikan filmnya, karena hanya dua tokoh yang terasa mengalami perkembangan signifikan: M dan Amah.
Saya agak kecewa karena merasa ibu dan dua paman M tak mendapat character development yang cukup padahal mereka memegang peranan penting dalam konflik. Backstory ketiga buah hati Amah ini harusnya diekspor lebih jauh sehingga penonton mengerti mengapa masing-masing dari mereka memiliki nasib juga pandangan berbeda pada Amah.
Secara keseluruhan film ini menyajikan kisah sederhana yang relate dengan kehidupan banyak keluarga. Hampir semua elemen yang disajikan juga dibuat dengan pas mulai dari naskah, penokohan hingga scoring. Hanya pengembangan beberapa karakter saja yang dirasa kurang maksimal
Karenanya Showpoiler memberikan rating 4.5/5 untuk film ini. How to Make Millions Before Grandma Dies sangat cocok untuk ditonton bersama keluarga dan bisa menjadi ajang merenung untuk menghargai keberadaan tiap anggota keluarga kita. Jangan sampai dilewatkan, ya!