Perjuangan Jesse Brown, Fakta dari Kisah Nyata di Film Devotion (2022)
Devotion adalah film drama dengan latar belakang kisah kepahlawanan pasukan tempur udara Angkatan Laut Amerika Serikat di era 1950an.
Menceritakan perjalanan karier salah satu pilot yang memiliki jiwa pahlawan, Jesse Brown, dan persahabatannya dengan pilot lain yang berjiwa patriotik, Tom Hudner, film ini sukses menampilkan nilai autentik yang tinggi.
Dibintangi Jonathan Majors dan Glen Powell dalam performa apik dan chemistry yang padu, film ini juga dirilis di bioskop IMAX yang memaksimalkan visual pertempuran di udara dengan seru.
Disutradarai oleh J.D. Dillard, film ini juga menyatakan diri setia dengan fakta sejarah. Benarkah setiap adegan di film ini sesuai dengan sejarah yang tertulis? Artikel berikut akan mengulas semua itu dengan tuntas.
Baca juga: Sinopsis & Review Devotion, Kisah Kepahlawanan Pilot Angkatan Laut
1. Karier Gemilang Jesse Brown sebagai Pilot Kulit Hitam Pertama di Navy Seal
Di dalam film, Jesse bilang kepada Tom bahwa dia berasal dari keluarga buruh tani. Hal ini memang benar adanya. Keluarganya menjadi buruh tani di ladang jagung dan kapas. Jesse pun ikut bekerja bersama kedua orang tuanya.
Ketertarikannya dengan dunia aviasi adalah pada saat dia datang ke pertunjukan penerbangan bersama ayahnya di usia 6 tahun. Sejak itu, dia memiliki cita-cita untuk menjadi pilot yang dianggap hal mustahil oleh orang tuanya.
Jesse adalah pelajar dengan otak cemerlang dalam pendidikan dan juga memiliki fisik yang kuat. Dia pintar di pelajaran matematika dan ambil bagian di beberapa jenis olahraga, seperti football, bola basket, dan lari.
Jesse menempuh perkuliahan di Ohio di mana mayoritas mahasiswanya berasal dari warga kulit putih. Bahkan dia satu-satunya mahasiswa kulit hitam di fakultas teknik.
Untuk membiayai kuliahnya, Jesse bekerja shift malam di gudang bongkar-muat dan juga paruh waktu di supermarket Lazarus sebagai petugas kebersihan. Dengan kesibukannya di dua pekerjaan ini, dia tetap memiliki nilai terbaik di kelasnya.
Karier gemilangnya di dunia militer bermula saat dia melihat poster pendaftaran program penerbangan Angkatan Laut di kampusnya. Dia langsung mendaftarkan diri dan sempat diragukan kemampuannya oleh Letnan Dawkins.
Jesse lulus tes tertulis dengan nilai terbaik juga teratas dalam tes fisik yang membuatnya diterima di program ini sebagai kadet kulit hitam pertama.
Setelah lulus program, dia ditempatkan di program lanjutan untuk dicalonkan sebagai perwira Angkatan Laut terutama karena nilai akademis tinggi yang dimilikinya.
Jesse mendapat gaji dari Angkatan Laut yang membuatnya melepas dua pekerjaan yang selama ini dia jalani dan fokus dengan kuliah serta program militernya. Jesse lulus sebagai sarjana teknik arsitektur di tahun 1947.
Dia lulus program pelatihan pilot Angkatan Laut dengan nilai baik dan berhasil mendarat dengan mulus sebanyak lima kali dalam tes akhir. Di usia 22 tahun, dia sudah menjadi pilot di Angkatan Laut.
Jesse adalah pilot Afrika-Amerika pertama yang disematkan lencana sayap emas kebanggaan pilot Angkatan Laut juga yang pertama kali turun di medan tempur.
2. Sempat Mengalami Diskriminasi Ras dalam Hidupnya
Di film, pada adegan saat Tom masuk ke ruang ganti pilot untuk pertama kali, dia mendengar suara Jesse sedang membentak-bentak dengan bahasa kasar dan rasis. Dan di adegan lain di pertengahan film, terlihat jelas Jesse mengucapkan semua kalimat itu secara lantang dengan buku kecil di mana semua kalimat itu dia catat.
Dia bilang kepada Tom bahwa semua kalimat itu adalah ucapan-ucapan diskriminatif yang pernah orang lain lontarkan kepadanya. Benarkah Jesse pernah menerima diskriminasi ras dalam hidupnya?
Faktanya memang dia sering menerima ejekan bernada rasis dari masyarakat sekitar, institusi pendidikan, hingga di kemiliteran.
Dan buku catatan yang dia sering baca dengan lantang memang benar adanya. Namun, menurut Adam Makos, penulis buku biografinya, Jesse hanya melakukannya di cermin rumahnya saja. Tidak ada cerita bahwa dia melakukannya juga di markas atau kapal induk tempat dia bertugas.
3. Persahabatan Jesse Brown dan Tom Hudner
Di tengah permasalahan segregasi kulit berwarna di kemiliteran Amerika Serikat pada masa itu, Angkatan Laut justru menjadi pionir penyatuan seluruh prajuritnya tanpa memandang warna kulit.
Hal ini sesuai dengan yang diceritakan di dalam film di mana Jesse sempat diwawancarai oleh pihak TV untuk mendukung program penyatuan pasukan ini.
Tom Hudner datang ke kesatuan VF-32 di tengah situasi ini. Dan dia sangat mengagumi Jesse karena sikap profesional, selera humor, dan caranya menghadapi sikap diskriminatif yang diarahkan padanya.
Di dalam film, Jesse mengundang Tom untuk makan malam di rumahnya dan bertemu dengan istrinya, Daisy. Adegan ini tidak pernah terjadi di dunia nyata.
Meski benar Jesse dan Tom bersahabat, namun rekan Jesse yang sering diundang ke rumahnya adalah Carol Mohring, yang kemudian tewas saat penerbangan latihan. Oleh karena itulah, Jesse merasa sangat terpukul dengan kematian rekannya tersebut.
Sedangkan Tom pertama kali bertemu muka dengan Daisy adalah pada saat menerima medali kehormatan di Gedung Putih.
Di film, saat mereka berada di Prancis, Tom memukul duluan seorang marinir yang menghina Jesse. Meski memang mereka sangat dekat, di dalam buku biografinya, kisah ini tidak diceritakan.
Kejadian yang mirip dengan adegan ini adalah ketika ada pelayan hotel yang menolak pesanan Jesse. Tom langsung berdiri dan berseru kepada rekan-rekannya untuk pergi dari situ dan mencari tempat lain.
Di dalam film, Tom nekat mendaratkan pesawatnya dekat dengan lokasi pendaratan darurat Jesse. Dia berusaha mengeluarkan Jesse yang kakinya terjepit dashboard.
Tidak seperti di film, Tom dan pilot helikopter Charles hanya sebentar melakukan usaha penyelamatan, pada kenyataannya mereka berada di sana selama 45 menit.
Dan mereka memilih pergi bukan karena khawatir adanya serangan pasukan musuh, melainkan helikopter Charles kekurangan bahan bakar jika tidak segera pergi. Atas rasa persahabatan, Tom menemani Jesse hingga tidak bernyawa lagi dan meninggal dunia karena suhu yang sangat dingin.
4. Fakta Pesawat Baru yang Sulit Dikendalikan
Di dalam film, Jesse terlihat kesulitan saat mendaratkan pesawat baru Vought F4U-4 Corsair, hingga harus mengulanginya sekali lagi. Hal ini memang benar terjadi.
Menurut Jesse dan rekan-rekannya, mesin yang besar di bagian depan pesawat membuat penglihatan mereka sedikit terhalang. Jesse pun yang memiliki kemampuan lebih baik dari rekan-rekannya harus beradaptasi berkali-kali hingga bisa.
Dalam film, salah satu rekan Jesse, Carol Mohring, tewas saat melakukan penerbangan latihan karena gagal mendarat di kapal induk. Cerita duka ini benar terjadi pada 22 Mei 1950 di lepas laut Sisilia, Italia.
5. Kisah Pertemuan dengan Elizabeth Taylor
Di dalam film, Jesse dan Tom beserta rekan-rekannya bertemu dengan Elizabeth Taylor di Cannes, Prancis. Hal ini memang benar terjadi, tapi memiliki kronologi yang berbeda.
Jesse tidak bertemu dengan Elizabeth di pantai, melainkan di Hotel Carlton saat Elizabeth sedang makan siang di sana. Sementara Tom bertemu Elizabeth pertama kali saat sang aktris mengunjungi kapal induk USS Leyte.
Di dalam buku biografinya, Jesse tidak ikut Tom menemani Elizabeth Taylor di casino seperti di dalam film, sehingga adegan diskriminasi yang terjadi di depan pintu casino tidak pernah ada sama sekali.
Karena memiliki waktu yang lama di Cannes, Elizabeth Taylor berkali-kali mengunjungi USS Leyte dan bercengkrama dengan mereka.
6. Berbagai Pertempuran yang Mereka Jalani
Di dalam film, Jesse dan pasukannya diturunkan di medan tempur Perang Korea sebanyak dua kali. Tugas pertama adalah menghancurkan jembatan di Sungai Yalu dan tugas kedua adalah membantu pasukan Marinir di Waduk Chosin.
Padahal, faktanya sebelum mereka turun di Pertempuran Waduk Chosin, ada 20 misi yang telah Jesse dan pasukannya jalani. Berbagai misi ini antara lain mengganggu konsentrasi, merusak instalasi militer dan jalur komunikasi musuh. Misi mereka meliputi wilayah Songjin, Chongpu, Sinanju dan Wonsan.
Di pertempuran terakhirnya, pesawat yang diterbangkan Jesse tertembak oleh senjata anti-aircraft milik Cina yang membuat tangki olinya bocor. Jesse harus mendarat darurat 24 km di belakang garis musuh.
Pada suhu yang sangat dingin, -9 derajat Celcius, Jesse terjebak di dalam pesawatnya. Dia melambaikan tangan kepada rekan-rekannya untuk menolongnya.
7. Penghormatan Patriotik Bagi Jesse Brown
Menjelang akhir film, setelah Tom kembali ke markas, Kapten Thomas Sisson menegaskan bahwa Jesse layak diberikan “funeral flight” atau istilah lainnya “warrior’s funeral” yang diberikan kepada tentara yang gugur di medan perang.
Adegan ini memang sesuai dengan fakta, di mana dua hari kemudian Kapten Thomas mengirim tujuh pesawat untuk melakukannya. Mereka berputar di sekitar pesawat Jesse dan menemukan jasadnya masih berada di sana namun pakaiannya sudah dilucuti.
Mereka kemudian menembakkan bom napalm yang membakar pesawat dan jasad Jesse di dalamnya. Mereka melakukan penghormatan terakhir dengan manuver bersama sebelum meninggalkan lokasi tersebut.
Daisy menerima medali kehormatan Distinguished Flying Cross yang disematkan oleh Presiden Harry Truman di Gedung Putih. Pada tahun 1972, sebuah kapal perang bernama Jesse L. Brown diluncurkan oleh Angkatan Laut untuk menghormati sang pilot.
Itulah fakta sejarah seputar kisah hidup Jesse Brown yang juga dituangkan di dalam film Devotion. Lebih banyak fakta sejarah yang akurat dan hanya beberapa cerita fiktif yang disajikan, film ini layak dianggap sebagai film dengan nilai sejarah yang tinggi.
Dengan akting apik Jonathan Majors dan Glen Powell, film biografi ini sangat layak untuk ditonton. Apalagi kini sudah tersedia di Netflix, jadi tidak ada alasan untuk melewatkannya. Ditonton sekarang, ya! Selamat menyaksikan. Bila mencari film biografi lain, kamu bisa membaca referensinya di artikel 20 Film Biografi Terbaik di Dunia yang Wajib Ditonton.