Sinopsis & Review A Legend, Penelusuran Asal Muasal Artefak
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.
Meski usianya sudah tidak lagi muda, aktor kawakan Jackie Chan tetap aktif berkarya lewat film yang kerap menampilkan ilmu bela diri. Salah satu dedikasinya tersebut bisa kita saksikan lewat film berjudul A Legend karya sutradara juga teman baik Jackie Chan yakni Stanley Tong.
Dalam film ini, Jackie Chan melakoni peran bareng dengan mantan anggota boyband Korea Selatan EXO yakni Zhang Yixing atau yang dikenal dengan nama Lay. Kisahnya sendiri berfokus pada sebuah mimpi yang Jackie alami dan usahanya untuk mencari maksud dari mimpi yang sangat terasa nyata itu bersama Lay.
Sinopsis
Tahun Rilis | 2024 |
Genre | Action, Adventure, Comedy |
Sutradara | Stanley Tong |
Pemeran | Jackie Chan Zhang Yi Xing Gülnezer Bextiyar Aarif Rahman |
Profesor Fang (Jackie Chan) adalah seorang arkeolog. Suatu hari, seorang anak kecil tidak sengaja menemukan liontin giok, dan ini membuat Profesor Fang dan tim penelitinya tertarik untuk menyelidiki asal usul liontin tersebut.
Selama penyelidikan, mereka menemukan banyak artefak lain yang berkaitan dengan liontin itu. Namun entah kenapa, Profesor Fang dan asistennya, Wang Jing (Zhang Yixing), mulai mengalami mimpi aneh. Dalam mimpi itu, mereka adalah sahabat yang bekerja sebagai pemimpin militer di sebuah kerajaan kuno.
Profesor Fang menjadi seorang jenderal bernama Zhao Zhan sedangkan Wang Jing menjadi anak buahnya bernama Hua Jun. Mereka berusaha untuk melindungi Tuan Putri Kerajaan Hang, Meng Yun (Gülnezer Bextiyar), yang sedang menjadi incaran Pangeran Xiong Nu (Aarif Lee) dari Kerajaan Hun. Ia ingin mendapatkan cinta Meng Yun secara paksa.
Selain kasar dan jahat, Pangeran Xiong Nu pun pribadi yang serakah juga keji. Ia bahkan tega membunuh ayah dan adiknya sendiri untuk mendapatkan kekuasaan di kerajaan. Lalu, ia menyalahkan Meng Yun atas pembunuhan itu, sehingga Meng Yun menjadi buronan yang terus dikejar oleh prajurit kerajaan ke mana pun ia pergi.
Kini di mana ada Meng Yun, jenderal Zhao Zan dan anak buahnya akan selalu berada di sampingnya. Intensitas pertemuan yang sering membuat Meng Yun jatuh cinta pada sang jenderal. Kacaunya, Hua Jun juga menyukai Meng Yun yang membuat mereka terperangkap cinta segitiga.
Mengenyampingkan perasaan masing-masing, ketiganya kini harus bisa menjauh dari kerajaan mereka. Namun, Xiong Nu bertingkah semakin brutal. Ia menggunakan rakyat dari Kerajaan Han sebagai ‘korban’. Xiong Nu dan prajuritnya membantai habis warga Kerajaan Han; membuat Meng Yun, Zhao Zan dan Hua Jun marah besar.
Jenderal Zhao Zan pun mengumpulkan seluruh prajuritnya untuk bersiap berperang melawan kubu Xiong Nu. Saat semua bersiap, Putri Meng Yun menyempatkan untuk bertemu dengan Biksu Agung guna mendapat nasihat.
Sang Biksu memberi petuah bijak tentang perang dan kelangsungan Kerajaan Han. Ia juga mengatakan bahwa takdir tidak akan mungkin bisa mempersatukan Putri Meng Yun dan Jenderal Zhao Zan, namun Putri Meng Yun tetap pada perasaannya.
Begitu kembali ke camp di mana Putri Meng Yun bekerja sebagai tim medis, ia dibuat shock karena Zhao Zan pulang dalam keadaan terluka. Pasukannya bertarung hebat dengan pasukan Xiong Nu. Meski kalah jumlah, jenderal berhasil memukul mundur dan membuat Xiong Nu pergi.
Kendati sang jenderal menang dalam pertarungan, Xiong Nu berhasil melukainya menggunakan pisau beracun. Sang jenderal tidak akan bisa bertahan karena Putri Meng Yun tidak memiliki obatnya, hanya Biksu Agung yang punya. Tak pikir panjang, Meng Yun mencoba menghisap racun dari tubuh jenderal.
Hal itu jelas membahayakan nyawanya namun Meng Yun tidak peduli. Begitu dirasa bisa bertahan untuk lebih lama, Putri Meng Yun mengajak anak buah jenderal untuk pergi menemui Biksu Agung untuk meminta obat. Biksu Agung memperingatkan bahwa obat penawar itu hanya bisa digunakan untuk satu orang.
Putri Meng Yun pun merelakan hidupnya, obat penawar itu ia serahkan pada Hua Jun untuk dibawa ke kamp sebelum matahari terbit apapun resikonya. Sayangnya Hua Jun pun tidak selamat tepat ketika ia menyerahkan obat penawar Zhao Zan akibat perjalanan yang panjang dan mematikan.
Sang jenderal selamat namun kehilangan dua orang yang ia cintai. Rasa bersalah dan marah bercampur jadi satu. Seluruh kejadian tersebut dilihat oleh Profesor Fang juga Wang Jing dalam mimpinya saat mereka meminta petunjuk dari cenayang atas mimpi yang selama ini mereka alami.
Begitu sadar bahwa bunga tidur mereka adalah petunjuk penting tentang asal muasal liontin giok dan lokasi Biksu Agung, Profesor Fang dan timnya segera menuju ke situs yang mereka lihat dalam mimpi. Tanpa mereka tahu, sang cenayang adalah wujud Xiong Nu yang selama ini mereka lihat lihat ketika menjadi penjaga Putri Meng Yun.
Cenayang itu membiarkan Profesor Fang pergi supaya ia bisa mengikutinya ke tempat Biksu Agung berada. Sesampainya di kuil gletser, mereka semua dibuat terpukau oleh pohon lotus yang berhiaskan patung dewa emas. Sang cenayang dan tim pun mulai menghancurkan kuil tersebut.
Mereka mengetahui bahwa banyak harta selain liontin giok yang disimpan di dalam kuil. Profesor Fang mencoba mencegahnya dengan mengatakan penghancuran situs dilindungi merupakan pelanggaran hukum, namun sang cenayang tidak peduli bahkan menyerang Profesor Fang dan timnya.
Begitu kuil diledakan, pohon lotus pun roboh dan menggulingkan patung dewa emas jatuh tepat ke arah sang cenayang hingga tewas. Profesor Fang mencoba membantunya namun nihil, ia malah jatuh ke jurang es yang membawanya keluar dari kuil, sementara yang lain berhasil keluar lewat pintu masuk kuil.
Seluruh kisah di atas akhirnya dibuat ke dalam sebuah buku oleh Profesor Fang dengan judul A Legend. Saat sesi peluncuran buku, seorang wanita datang dan mirip sekali dengan Putri Meng Yun. Pertemuan tersebut membuat Profesor Fang dan Wang Jing tersenyum; mengisyaratkan bahwa mimpi mereka ternyata ‘nyata’.
CGI Jackie Chan
Dalam film ini, rupa Jackie Chan dibuat menjadi dua versi. Versi asli ketika ia melakoni peran Profesi Fang, lantas versi muda ketika ia menjadi jenderal Zhao Zan untuk Kerajaan Han.
Untuk membuat rupa Jackie Chan menjadi muda kembali di awal 30-an, tim kreatif dari rumah produksi BONA Film harus kerja ekstra. Mereka membuat wajah Jackie Chan muda lewat CGI dengan hasil yang cukup mirip.
Namun mau sehebat apapun CGI yang dipakai, para penonton akan langsung sadar bahwa itu adalah efek karena di beberapa adegan, wajah Jackie Chan jadi tampak konyol, tak mampu menunjukan emosi.
Memasuki Masa Senja
Selain CGI yang masih terasa kasar, Jackie Chan pun sudah tidak bisa lagi banyak bergerak heboh. Bisa terlihat jelas ketika aktor legendaris itu bertarung melawan Heboar dalam wujud Profesor Fang. Tubuhnya seperti ditopang alat bantu sehingga pergerakannya tidak smooth. Hal ini bisa dimaklumi karena ia kini sudah memasuki usia senja.
Meski demikian tidak ada yang mampu menggantikan satu tokoh ini. Saya yakin di masa depan ia masih akan terus berkarya meski bakal menggunakan stuntman yang selama ini tidak pernah Jackie pakai.
Drama Kerajaan Tiongkok yang Khas
Film ini menawarkan kisah historikal yang sangat sering ditampilkan di drama-drama Tiongkok. Setting pegunungan, hutan, bukit dan tanah luas tetap menjadi spot favorit pengambilan gambar yang apik dan indah. Lantas baju-baju kerajaan yang menter membuat para pemain protagonis tampak gagah dan menarik.
Sedangkan rupa pemain antagonis dibuat se-’ganas’ mungkin, mengindikasikan mana tim yang urakan dan mana yang tidak, klise sekali. Namun begitu para pemain bangun dari mimpinya, rupanya jadi jauh berbeda. Wang Jing jadi sangat stylish, bahkan Xiong Nu yang menjadi cenayang di dunia nyata pun tampak super tampan.
Para penonton bahkan dibuat pangling dengan penampilan Putri Meng Yun ketika ia menjadi wanita di dunia nyata. Berbeda sekali! Hanya satu tokoh yang mirip dan tak banyak berubah, yakni Jackie Chan seorang diri. Mungkin karena kita sudah mengingat wajahnya sejak dulu jadi para penonton sudah hafal rupanya.
Film ini tidak bisa dibilang bagus namun juga tidak bisa dibilang buruk juga. Somewhere in between lah mengingat banyak obrolan yang kadang terlalu panjang dan membuat penonton mengantuk. Tapi semua terbayar di penghujung cerita di saat plot mulai memuncak dan seru untuk disaksikan.