logo web

Sinopsis & Review The Hand of God, Anak yang Ingin Membuat Film

Ditulis oleh Yanyan Andryan
The Hand of God
3.8
/5
showpoiler-logo
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

The Hand of God atau Stata La Mana di Dio adalah sebuah film produksi Italia yang disutradarai dan juga diproduseri oleh Paolo Sorrentino. Naskah cerita pada film ini pun ditulis oleh Sorrentino sendiri yang terinspirasi dari kehidupan remajanya selama berada di Kota Napoli, Italia.

Pada Festival Film Internasional Venesia ke- 78, The Hand of God memenangkan hadiah Grand Jury Prize. Film ini juga memborong beberapa penghargaan di ajang Capri Hollywood International Film Festival, termasuk Best International Feature, Best Director, dan European Feature Film of the Year.

The Hand of God dibintangi oleh Filippo Scotti sebagai Fabietto Schisa, Toni Servillo sebagai ayahnya yang bernama Saverio Schisa, aktris Teresa Saponangelo yang memerankan ibunya, Maria Schisa, dan Luisa Ranieri yang menjadi sosok bibinya, Patrizia.

Sinopsis

The Hand of God__

Pada tahun 1980an, Fabietto tinggal bersama orang tuanya, Saverio Schisa dan Maria Schisa, di Kota Napoli. Fabietto tidak terlalu punya banyak teman maupun pacar. Sebagian besar hidupnya dijalani bersama dengan orang tua dan kedua saudaranya. Tetapi, ia sangat terobsesi dengan sepak bola dan mempunyai keinginan untuk belajar filsafat ketika dirinya berkuliah nanti.

Selain itu juga, Fabietto memiliki mimpi untuk membuat sebuah film, tetapi ia tidak yakin bagaimana cara membuatnya menjadi kenyataan. Suatu hari, legenda sepak bola Argentina, Diego Maradona, dikabarkan akan pergi dari Barcelona dan berlabuh menjadi pemain anyar di tim kesebelasan Napoli. 

Sontak saja kabar tersebut membuat seantero kota menjadi riuh dan gairah sepakbola melanda hampir seluruh masyarakat, termasuk Fabietto yang sangat mengidolakan Maradona. Datangnya Maradona membuat suasana keluarga Schisa yang selalu berbahagia menjadi jauh lebih hangat lagi dan menyenangkan.

Meski begitu, keluarga Schisa sebenarnya tidak sebahagia seperti yang terlihat dari luar. Sang Ayah, Saverio Schisa berselingkuh dengan perempuan lain. Saverio pun harus berbagi ikatan romantis dengan selingkuhannya dan juga sang istri, Maria Schisa. Kondisi itu pada akhirnya membuat Saverio dan Maria kerap terlibat dalam perdebatan yang tiada henti.

Di sisi lain, Fabietto yang masih remaja, menyimpan hasrat yang tinggi terhadap bibinya sendiri, Patrizia. Akan tetapi suami dari Patrizia yang juga pamannya Fabietto yang bernama Franco, adalah sosok yang sangat kasar dan kerap memanggil istrinya itu dengan sebutan pelacur.

Kehidupan rumah tangga yang dialami Patrizia membuat dirinya mempunyai masalah emosional sehingga ia terlihat stres dan depresi. Permasalahan di dalam keluarga Schisa tidak hanya itu, sebuah tragedi miris kemudian menimpa mereka dan pada akhirnya membuat Fabietto harus tumbuh dengan cara kelam yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Merekam Nostalgia Kehidupan Sorrentino

The Hand of God_Merekam Nostalgia Kehidupan Sorrentino_

The Hand of God mempunyai unsur-unsur nostalgia yang terinspirasi dari kehidupan sang sutradaranya sendiri, Paolo Sorrentino. Lewat karakter yang dinamai Fabietto Schisa, film ini secara efektif mencoba memperlihatkan masa mudanya yang Bahagia sekaligus kelam di Kota Napoli selama pertengahan tahun 1980an.

Dengan membawa kisah hidupnya, film ini memberikan sebuah alur cerita yang terkadang penuh humor, sedih, berani, dan juga bisa menyentuh hati. Narasi cerita disajikan melalui sudut pandang Fabietto yang mencoba tumbuh dan berkembang untuk memiliki kedewasaan dalam berpikir juga bersikap. Semua momen-momen yang dijalani pada akhirnya mampu membentuk kehidupan Fabietto.

Film ini pun rasanya cukup baik dalam menangkap masa lalu dari kisah Paolo Sorrentino tanpa harus meromantisasinya secara berlebihan, sehingga menjadi otobiografi hidupnya yang penuh pencitraan. The Hand of God berjalan apa adanya selama 130 menit dan semua materi kesedihan, sensualitas, hingga momen-momen kebahagiaan tersaji secara mendalam juga sangat menarik.

Sementara itu, Filippo Scotti sebagai Fabietto Schisa sekilas memiliki kemiripan dengan aktor Timothee Chalamet. Dalam The Hand of God ini, Scotti pun memberikan penampilan yang solid dan penjiwaan karakter yang sungguh terlihat mengesankan.

Di usianya yang menginjak 22 tahun, Scotti mampu tampil kompak dengan pemeran lainnya mulai dari Toni Servillo (Saverio Schisa), Teresa Saponangelo (Maria Schisa), Luisa Ranieri (Patrizia) dan beberapa pemain lainnya yang sangat baik dengan karakter mereka masing-masing.

Jalan Cerita yang Istimewa

The Hand of God_Jalan Cerita yang Istimewa_

Film ini tidak hanya menceritakan perjalanan Sorrentino yang bermimpi menjadi seorang pembuat film semata. Namun, ada beberapa aspek cerita yang menjadi bumbu menarik di film The Hand of God seperti kedatangan Maradona yang membuat gairah sepakbola di Napoli meningkat, kehidupan sosial Fabietto yang unik, dan juga gejolak seksualitas di masa mudanya yang menyukai bibinya sendiri.

Ada kegembiraan dan kehangatan dalam banyak momen yang tersaji di film ini, tetapi ada juga kesedihan serta kepahitan yang luar biasa menyakitkan. The Hand of God mungkin memiliki jalan cerita yang terlihat kompleks, namun sebenarnya materi ceritanya tersaji secara sederhana.

The Hand of God memberikan tema-tema yang umum dalam sebuah kisah drama mulai dari tentang cinta, perselingkuhan, kesepian, tragedi kehilangan, pertengkaran, keretakan keluarga, hingga persahabatan. 

Meski tema ceritanya sangat familiar dengan kehidupan sehari-hari, namun film ini tetap terasa istimewa karena ada hal-hal tabu, kelam, dan bahagia yang diceritakan secara apik dan penuh makna perjalanan hidup.

Lewat tema cerita tersebut, The Hand of God mencoba untuk memainkan perasaan kita yang menontonnya. Film ini pun memang berjalan cukup intens dan juga sangat memikat hati. Bahkan kita mungkin bisa merasakan kehilangan yang dialami oleh Fabietto hingga memahami proses perubahan yang terjadi pada hidupnya.

Sajian Visual yang Mempesona

The Hand of God_Sajian Visual yang Mempesona_

The Hand of God dibuka dengan sajian sinematik yang menawan, di mana sebuah helikopter terbang membumbung tinggi di atas lautan, lalu melintasi gedung-gedung yang menghiasi lanskap Napoli yang begitu indah. Adegan pembuka tersebut seolah sudah memberikan jaminan bahwa film ini bakal menyajikan visual sinematografi yang memanjakan mata.

Benar saja, sepanjang film, kita bakal melihat pemandangan Napoli yang memesona dan penuh dengan nilai estetik yang elegan. The Hand of God benar-benar mampu memaksimalkan keindahan Napoli dengan cermat.

Hal ini membuat penonton tidak akan berhenti terkesima ketika bingkai kamera secara lihai mampu menyoroti sudut-sudut perkotaan juga lanskap di dalam kota tersebut. Semua keindahan visual yang tersaji dalam film ini pada akhirnya berjalan selaras dengan materi ceritanya yang juga memikat perhatian.

The Hand of God memang mengalir cukup sederhana, namun juga terasa kompleks lewat perjalanan hidup yang dihadapi oleh Fabietto. Semua dialog yang diucapkan oleh setiap karakter terkadang terdengar penuh lelucon, tetapi juga menyimpan perasaan getir yang mendalam.

Secara simpulan, The Hand of God memang pantas menjadi film yang meraih banyak penghargaan dari segala aspek. Film ini mempunyai kinerja yang solid dan mengesankan, baik dari para karakternya, visual, dialog, hingga premis ceritanya. The Hand of God sendiri sudah tayang di Netflix sejak bulan Desember tahun 2021 kemarin, dan mesti masuk ke dalam daftar tontonan kalian di tahun ini.

cross linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram