Review dan Sinopsis Harry Potter and The Half-Blood Prince
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.
Harry Potter and the Half-Blood Prince ditayangkan perdana di London pada 7 Juli 2009, dan dirilis secara luas di seluruh dunia pada tanggal 15 Juli 2009. Film ini sukses secara besar-besaran, dan dalam lima hari penayangannya, The Half-Blood Prince langsung memecahkan rekor dengan menghasilkan pendapatan senilai 394 juta dollar di seluruh dunia.
Film ini juga meraup pendapatan akhir 934 juta dollar secara global, dan menjadikannya sebagai film dengan penghasilan tertinggi kedelapan sepanjang masa. Terlepas dari hal finansial, The Half-Blood Prince juga dinominasikan di Academy Awards ke-82 untuk Sinematografi Terbaik, dan di Penghargaan Film Akademi Inggris ke-63 masuk kategori untuk Efek Visual Khusus Terbaik, dan Desain Produksi Terbaik.
Sinopsis
Tahun Rilis | 2009 |
Genre | Action, Adventure, Family, Fantasy, Mystery, School, Teen, War, Youth |
Sutradara | David Yates |
Pemeran | Daniel Radcliffe Emma Watson Rupert Grint Michael Gambon Dave Legeno |
Review | Baca di sini |
Lord Voldemort kali ini telah melebarkan cengkeramannya pada dunia sihir Hogwarts ke dunia Muggle. Sementara itu, para Pelahap Maut alias Death Eaters menculik pembuat tongkat sihir, Garrick Ollivander, dan menghancurkan tokonya, serta merubuhkan Jembatan Milenium di Kota London. Voldemort kemudian memilih Draco Malfoy untuk menjalankan misi rahasia di Hogwarts.
Ibu Draco, Narcissa, dan Bellatrix Lestrange meminta Severus Snape untuk melakukan sebuah sumpah agar ia bisa melindungi Draco dalam menjalankan misinya tersebut. Di sisi lain, Harry Potter menemani Albus Dumbledore untuk membujuk mantan professor Mantra Ramuan, Horace Slughorn, untuk kembali ke Hogwarts.
Di kediaman keluarga Weasley, Harry bersatu kembali dengan sahabat-sahabatnya, termasuk ada Ron Weasley dan Hermione Granger. Mereka kemudian bergegas pergi ke Diagon Alley, dan melihat Draco yang sedang bersama dengan para Pelahap Maut. Harry pun meyakini jika Voldemort telah menjadikan Draco bagian dari mereka.
Sekolah sihir Hogwarts selanjutnya memiliki pengamanan yang sangat ketat supaya Death Eaters tidak bisa menyusup ke dalam sekolah. Profesor Horace Slughorn akhirnya kembali mengajar Ramuan di Hogwarts, dan Severus Snape kini menjadi guru Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam. Harry dan Ron kemudian diminta oleh Profesor McGonagall untuk menghadiri kelas Ramun dari Profesor Slughorn.
Karena keduanya tidak mempunyai buku teks Ramuan, Profesor Slughorn lalu meminjami mereka buku Ramuan tersebut. Buku yang dipinjam oleh Harry ternyata pernah dimiliki oleh seseorang berinisial "Pangeran Berdarah-Campuran," dan isi bukunya telah dicoret-coret dengan tulisan petunjuk untuk membuat berbagai macam ramuan, dan mantra.
Dengan buku pinjaman itu, Harry secara cepat menjadi siswa pintar di kelas Ramuan, dan berhasil memenangkan hadiah cairan keberuntungan dari Profesor Slughorn. Hermione lalu penasaran dengan sosok "Pangeran Berdarah-Campuran.” Ia pun berusaha mencari literasi tentang nama tersebut di perpustakaan, namun tidak dapat menemukan petunjuk apapun.
Saat liburan Natal, Harry menghabiskan waktunya bersama dengan keluarga Weasley, Remus Lupin, dan Tonks. Mereka semuanya mendiskusikan situasi Hogwarts, yang saat ini berada dalam posisi genting. Tiba-tiba saja, para Pelahap Maut muncul menyerang dan membakar kediaman Weasley untuk menculik Harry Potter.
Setelah dari kejadian itu, Dumbledore mengungkapkan memori Tom Riddle, yang merupakan nama asli dari Lord Voldemort, dan Profesor Slughorn kepada Harry. Dalam memori itu, Riddle menanyakan mengenai suatu Sihir Hitam kepada Profesor Slughorn. Namun, Slughorn mengubah memori tersebut supaya orang lain tidak mengetahui sihir hitam apa yang sedang mereka bicarakan.
Dumbledore pun mengatakan kepada Harry bahwa Slughorn melakukan hal itu karena ketakutan jika pembicaraan mereka akan terungkap suatu waktu. Jika Sihir Hitam yang mereka bicarakan dapat diketahui, Dumbledore langsung berkeyakinan maka hal itu bisa menjadi cara untuk mengalahkan Lord Voldemort.
Atmosfer Cerita Semakin Gelap dan Putus Asa
Sekuel keenam dari franchise film Harry Potter ini memberikan atmosfer yang lebih gelap, dan kelam. Jalan ceritanya cukup mengkhawatirkan karena bahaya yang dialami oleh Harry beserta teman-temannya semakin mendalam. Hari-hari di sekolah sihir Hogwarts yang mempesona kini terasa semakin putus asa ketika ancaman Death Eaters, dan Voldemort terus membayangi setiap waktu.
Sutradara David Yates, yang kembali menggarap Harry Potter, membuat sekolah Hogwarts nampak menjadi suram, dan lebih kosong, tidak banyak kegembiraan yang diperlihatkan di dalamnya. Lorong-lorong sekolah, yang sebelumnya dihiasi murid-murid, kini berganti menjadi suasana gotik yang suram juga.
Di salah satu adegan menuju akhir, ruang makan Hogwarts, yang biasanya nampak penuh keceriaan oleh para murid, kini menjadi sarana pengrusakan oleh Bellatrix Lestrange (Helena Bonham Carter), salah satu anggota Pelahap Maut. Semakin menuju akhir saga Harry Potter, jalan ceritanya pun jauh terasa gelap, begitu juga apa yang terjadi dalam film ini, di mana unsur kesenangan mulai sedikit sekali terlihat.
Satu yang paling penting di film ini adalah mulai sedikit terungkapnya jati diri Voldemort, yang bernama asli Tom Riddle, salah satu siswa Hogwarts yang paling jenius. Maka tak heran, ia begitu superior dalam mantra sihir, dan sebagian penyihir takut kepadanya. Oleh karena itu juga, mereka takut bertemu, dan menyebutkan namanya, sehingga ia lebih sering disebut dengan inisial “You-Know Who.”
Dimensi Cerita yang Cukup Menarik
Jika dilihat secara seksama, film ini sebenarnya mempunyai dimensi cerita yang cukup menarik. Satu bagian cerita berfokus dengan melibatkan antara Dumbledore, serta Harry Potter untuk mengambil memori Lord Voldemort dan Profesor Slughorn. Sedangkan bagian lainnya, mengisahkan pada cerita romansa, yang menimpa Ron, Lavender Brown, Hermione, dan Harry Potter dengan Ginny Weasley.
Lalu, ada juga konflik batin yang melibatkan Draco Malfoy, yang dipilih oleh Voldemort untuk misi rahasia di Hogwarts. Sementara itu, Severus Snape akhirnya terungkap bahwa dirinya adalah sosok “Pangeran Berdarah-Campuran,” yang tertulis dalam buku ramuan pinjaman dari kelas Profesor Slughorn. Bagian cerita yang lain juga tetap melibatkan para Death Eaters, yang semakin berani menyerang Hogwarts.
Dimensi cerita dan permasalahan yang ditampilkan pada film ini tentunya membuat The Half-Blood Prince memiliki opsi penceritaan yang menarik. Film ini memang terlihat semakin gelap, namun ada beberapa sisi manisnya ketika The Half-Blood Prince berusaha menggambarkan nuansa romansa ke dalam sebagian jalan ceritanya.
Untuk film ini yang sepenuhnya terlihat kelam, unsur romansa tersebut setidaknya bisa memberikan jeda, dan mengalihkan penonton untuk sedikit menengok permasalahan cinta diantara Harry, Hermione, dan Ron. Harry Potter and the Half-Blood Prince sejatinya tetap menyajikan kisah magis penuh pesona di dunia sihir Hogwarts. Namun, kali ini atmosfer dingin, kelam, dan kecemasan lebih terasa dari film sebelumnya.
Benang Merah yang Kuat untuk Sekuel Terakhir
Aktor Michael Gambon yang berperan sebagai Albus Dumbledore, Kepala Sekolah Sihir Hogwarts, sudah sangat melekat dalam memainkan karakter tersebut. Di film ini, perannya sebagai Dumbledore harus terhenti karena secara cerita ia tewas oleh Severus Snape lewat mantra Kutukan Pembunuhan Avada Kedavra.
Gambon sendiri memainkan karakter penyihir klasik ini setelah menggantikan mendiang Richard Harris, yang sebelum berperan sebagai Dumbledore di Harry Potter and the Sorcerer's Stone (2001), dan Harry Potter and the Chamber of Secrets (2002). Lewat keunikannya, Gambon memainkan karakter tersebut dengan gaya yang berbeda, dan menjadikan Dumbledore sebagai sosok yang ikonik, serta berkesan.
Sementara itu, untuk keseluruhan aspek cerita Harry Potter and the Half-Blood Prince, film ini jauh lebih matang, dan detail dalam mengeksplorasi atmosfer kelamnya. Semua pemain yang terlibat pun rasanya sudah solid secara alamiah, karena mereka nyatanya telah bersama-sama terlibat sedari awal dalam pembuatan film ini.
Satu hal yang perlu diapresiasi adalah karakter Draco Malfoy (Tom Felton), yang di sini ia semakin berkembang jauh lebih signifikan dari film-film sebelumnya. Sebagai seorang sosok yang sebenarnya “abu-abu,” diantara jahat, dan tidak, karakter ini ikut terlibat menjadi kelam seperti keseluruhan konsep cerita The Half-Blood Prince.
Film ini pun secara garis besar menjadi benang merah yang apik untuk menuju konklusi ceritanya di Harry Potter and the Deathly Hallows.
Film keenam ini telah membangun fondasi yang kuat, dan mendalam untuk mengajak kita beralih lanjut ke film selanjutnya, sekaligus yang terakhir di Deathly Hallows. Harry Potter and the Half-Blood Prince tetap mumpuni, dan memuaskan lewat segala apa yang disajikannya.