showpoiler-logo

Sinopsis & Review Tall Girl 2, Problema yang Mendewasakan

Ditulis oleh Dhany Wahyudi
Tall Girl 2
2.2
/5
showpoiler-logo
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Jodi kini telah menjadi gadis populer di sekolahnya yang sedang bahagia menjalin asmara dengan Jack. Setelah mendaftar audisi pentas musikal tahunan di sekolah, kepercayaan dirinya mulai goyah dengan suara-suara negatif di dalam pikirannya yang membuat hidupnya seolah berada dalam tekanan tinggi dimana hal ini mempengaruhi hubungannya dengan orang-orang di sekelilingnya.

Tall Girl 2 adalah film komedi romantis karya Emily Ting yang dirilis sebagai original films oleh Netflix pada 11 Februari 2022.

Melanjutkan kesuksesan film pertamanya, kali ini Jodi harus menghadapi rasa insecure lainnya yang menyebabkan masalah baru dalam hari-harinya, tapi hal ini bisa membuat dirinya lebih dewasa dalam berpikir dan bertindak kelak.

Sudah menjadi kewajiban bagi sebuah film sequel untuk menampilkan cerita yang lebih mendalam dan meluas dari yang pernah disuguhkan di film pertamanya. Apakah kisah Jodi kali ini bisa mengemban syarat tersebut? Mari simak review berikut ini untuk mengetahuinya.

Baca juga: 15 Film Remaja Terbaik Sepanjang Masa yang Sangat Seru

Sinopsis

Sinopsis

Tiga bulan berlalu sejak pidato Jodi yang menginspirasi di pesta sekolahnya. Kini Jodi menjadi populer dan berpacaran dengan Jack. Stig masih berusaha berbaikan dengan mereka, Fareeda dan Jack masih belum bisa memaafkan sikap Stig meski Jodi sudah memaafkannya.

Audisi pentas musikal sekolah sudah dibuka dan Jodi mendaftarkannya namanya, begitu juga Stig dan Kimmy, rival sejatinya.

Mendadak Jodi mendengar bisikan-bisikan bernada negatif di pikirannya yang menganggap bahwa dia tidak memiliki talenta dan semuanya hanya keberuntungan saja setelah Jodi mendapatkan posisi pemeran utama di pentas tersebut.

Hubungannya dengan Jack tiba-tiba meregang ketika saat makan malam untuk merayakan tiga bulan jadian mereka, Jodi terlihat melamun dan meninggalkan acara romantis itu dengan kesalahpahaman besar yang membuat mereka bersitegang.

Hingga terjadi ketegangan antara Jack dan Jodi di kantin sekolah yang membuat mereka bertengkar dan memilih untuk putus.

Jodi kemudian fokus kepada latihan pementasan yang dibantu oleh Tommy, siswa yang mengaguminya. Saat berjalan di taman, mereka kemudian melatih dansa bersama yang berakhir dengan ciuman.

Atas saran dari Stig dan Stella, kakak Stig yang baru datang dari Swedia, Jack berusaha untuk berbaikan dengan membawakan smoothie kesukaan Jodi.

Jodi berkata jujur bahwa dia berciuman dengan orang lain yang membuat Jack marah dan pergi begitu saja. Di rumah, Jack mengumpulkan semua barang-barang yang mengingatkan akan Jodi di depan Stig yang berusaha menghalanginya.

Jodi gerah melihat kedekatan Jack dan Stella di media sosial yang menggambarkan bahwa mereka memiliki waktu yang menyenangkan setelah lepas dari kekasih masing-masing. Jodi datang ke rumah Jack untuk minta maaf, tapi malah diberikan tas ransel yang dia belikan untuk Jack.

Tommy mengajak Jodi untuk datang ke acara api unggun yang digelar oleh para siswa yang mengikuti pentas. Meski waktunya bertabrakan dengan acara ulang tahun Fareeda, Jodi tetap datang ke acara tersebut dan melemparkan sepatu hadiah dari Jack karena ingin move on, tapi Jodi tidak bisa.

Untung saja sepatu itu bisa diselamatkan oleh Kimmy, meski tidak utuh lagi. Jodi kemudian datang terlambat ke acara ulang tahun Fareeda hanya untuk melihat Jack dan Stella menyanyikan lagu favorit mereka.

Jodi semakin merasa tertekan dengan semua masalah yang dihadapinya dan harus mengurainya satu demi satu sebelum hari pementasan tiba. Hari pentas musikal sekolah pun tiba. Semua kursi terisi penuh, hanya menyisakan satu kursi yang diperuntukkan bagi Jack.

Berhasilkah Jodi tampil gemilang di pentas ini? Atau dia mundur dan digantikan oleh Kimmy? Lalu bagaimana hubungan cintanya dengan Jack? Nonton film romantis penuh motivasi ini sampai habis untuk mengetahui jawabannya.

Pengembangan Karakter yang Baik

Pengembangan Karakter yang Baik

Tall Girl (2019) menjadi film romantis remaja yang mengejutkan. Dengan tema motivasi untuk meraih kepercayaan diri yang digelar dengan cerita seadanya yang tidak berkembang dengan baik, ternyata mampu menjadi salah satu original film Netflix yang banyak ditonton oleh pelanggannya.

Tentu saja tugas berat sudah menanti Sam Wolfson sebagai penulis naskah untuk menyajikan cerita yang lebih baik dari film pertamanya.

Pengembangan karakter adalah harga mati jika tidak ingin menjadi sebuah sequel yang buruk. Tugas ini mampu diemban dengan cukup baik olehnya dimana kedalaman karakter Jodi lebih digali ketika menghadapi masalah baru dalam hidupnya.

Tapi ternyata film ini tidak hanya bercerita tentang Jodi saja. Beberapa karakter yang tidak sempat diperdalam di film pertama, kini diberi kesempatan untuk menampilkan kisah masing-masing, seperti Fareeda, Stig, Kimmy bahkan Schnipper. Tapi apakah kemudian jalan ceritanya akan rumit?

Memang agak sedikit tumpang-tindih dan membuat fokus cerita agak sedikit melemah, tapi cerita film berdurasi 1 jam 37 menit ini tidak akan serumit The Kissing Booth 3 (2021), sebagai contoh terdekat.

Sutradara Emily Ting cukup telaten menggarap adegan demi adegan sehingga kontinuitas ceritanya berjalan dengan baik, meski membuat tempo film terasa lambat.

Setidaknya, hubungan antara Jodi dan orang-orang di sekelilingnya dipaparkan dengan lebih baik daripada di film pertamanya.

Termasuk peran orang tua Jodi yang di film kedua ini tampak lebih perhatian dan tidak membuat tersinggung anak-anaknya, namun tetap bisa mencairkan suasana dengan kalimat menggelitik dari duo Steve Zahn dan Angela Kinsey.

Satu hal yang sedikit aneh dari jalan ceritanya adalah muncul bisikan-bisikan negatif di dalam pikiran Jodi yang hadir secara tiba-tiba.

Memang bisa terjadi pada siapa saja, bahkan diceritakan juga dialami oleh Harper, tapi akan lebih baik apabila memiliki pemicu yang tepat, contohnya ucapan menyakitkan dari seseorang yang kemudian selalu teringat dan muncul berulang-ulang.

Sedangkan disini Jodi seolah berperang dengan pikiran negatifnya sendiri yang semakin pintar berkembang dengan memajukan tema-tema baru dari masalah-masalah yang dihadapinya.

Dan kemudian Jodi menemukan cara menanggulanginya. Dengan apa Jodi mengalahkannya? Tentu dengan berpikir positif untuk melawannya.

Penulis naskah membuat kita melihat Jodi terbenam dalam pikiran negatifnya terlalu sering, meski coba dia lawan tapi tetap tidak berdaya dan membuat dirinya sangat bingung.

Mungkin akan lebih baik apabila diperlihatkan Jodi sesekali mencoba melawannya, meski dalam skala kecil dulu, sehingga ketika di akhir film semua tidak berubah secara seketika. Dengan begini kita tentunya akan sedikit bisa memahami.

Performa Akting yang Lebih Apik

Performa Akting yang Lebih Apik

Satu elemen lagi yang hadir lebih baik dari film pertamanya ialah performa akting yang lebih natural dan tidak kaku. Sudah jelas chemistry antara Ava Michelle dan Griffin Gluck tercipta dengan apik dan penampilan mereka tidak mengecewakan, meski sebenarnya bisa tampil lebih baik lagi.

Ekspresi yang mereka perlihatkan cukup meyakinkan bagi kita. Yang menarik lagi adalah penampilan Luke Eisner yang tampak lebih santai dan bisa membawa diri sebagai Stig.

Begitupun penampilan Anjelika Washington di film yang tidak menampilkan sisi spesial di bidang sinematografi ini lebih mendapat waktu bermain yang cukup dan karakternya terlihat berkembang bahkan hingga menampilkan kedua orang tua Fareeda yang cukup menghibur di adegan meja makan.

Selain Fareeda dan Stig yang tampil mencerahkan suasana, kisah perubahan sikap ke arah positif dari Kimmy juga patut mendapat perhatian kita.

Hanya dengan tiga adegan saja, kita bisa melihat bahwa Kimmy sangat tulus membantu Jodi dan mengubah dirinya menjadi orang yang lebih baik. Schnipper yang menjadi pemicunya, menyambut perubahan ini dengan suka cita.

Film Seri Remaja Berikutnya dari Netflix

Film Seri Remaja Berikutnya dari Netflix

Setelah berakhirnya dua film seri remaja andalan Netflix, yaitu trilogi To All the Boys dan The Kissing Booth, sepertinya Netflix mencoba mengangkat Tall Girl sebagai film seri remaja andalan mereka berikutnya.

Memang secara kualitas, dua film yang diproduseri oleh McG ini masih berada di bawah trilogi To All the Boys yang memang memiliki cerita apik dari novelnya, tapi bisa lebih baik dari trilogi The Kissing Booth.

Secara tema, trilogi The Kissing Booth tidak memiliki motivasi remaja yang bisa menginspirasi, hanya seputar masalah cinta dan cinta.

Tapi berbeda dengan film seri Tall Girl ini yang mencoba menampilkan motivasi untuk tampil percaya diri dan menjadi diri sendiri apa adanya. Terkesan klise tapi memang hal inilah yang lebih dibutuhkan oleh remaja daripada berpikir tentang cinta saja.

Meski porsi kisah cinta tidak dikurangi, agar tetap bisa disukai kalangan remaja, kalimat-kalimat inspiratif berhasil disusupkan dengan baik dan membuat kita mengerti apa yang harus dilakukan oleh Jodi dalam menghadapi masalahnya, mungkin juga masalah yang kita hadapi.

Tall Girl 2 tampil sedikit lebih baik dari film pertamanya di sisi penceritaan dan performa akting, tapi menghilangkan sinematografi apik di film pertama yang memperlihatkan suasana New Orleans dan memiliki tempo yang sedikit lebih lambat.

Sehingga hasilnya secara keseluruhan, film ini masih berada di level yang sama dengan film pertamanya. Dengan pengembangan karakter yang menampilkan proses pendewasaan diri Jodi dan teman-temannya, film ini masih cukup layak untuk kita tonton.

Dan kita berharap akan ada film ketiga yang menutup kisah Jodi dan Jack menjadi trilogi, sama seperti film seri remaja Netflix sebelumnya, tentunya yang bisa menggabungkan kekuatan film pertama dengan kelebihan film kedua. Tonton segera di Netflix!

Kategori:
cross linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram