logo web

Sinopsis & Review Serial The Sandman Season 1 (2022)

Ditulis oleh Dhany Wahyudi
The Sandman
4.1
/5
showpoiler-logo
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Setelah terbebas dari kurungan selama 100 tahun, Morpheus sang raja alam mimpi melakukan petualangan untuk mengumpulkan kembali benda-benda miliknya.

Semua ini dia lakukan untuk membenahi alam yang telah lama dia tinggalkan dan mempertahankan posisinya sebagai salah satu dari makhluk Endless. Tentu saja semua tidak mudah dengan banyak rintangan yang menghadang.

The Sandman adalah serial drama fantasi yang dirilis oleh Netflix pada 5 Agustus 2022. Berdasarkan komik DC yang populer di awal 1990an, serial ini merupakan pengembangan akhir dari proyek film yang sudah dicanangkan sejak tahun 1991.

Menuai pujian di hari pertama penayangannya, serial ini memang menampilkan banyak kualitas terbaik dari salah satu komik yang dianggap tidak mungkin bisa difilmkan ini.

Mengapa bisa disebut seperti itu? Apakah penggemar komiknya puas dengan serial ini? Simak review berikut yang akan mengulas lebih dalam serial produksi bersama Amerika Serikat dan Inggris ini.

Baca juga: 15 Film Terbaik yang Menampilkan Karakter DC Comics

Sinopsis

Sinopsis

Morpheus, sang raja alam mimpi, datang ke dunia untuk menangkap Corinthian. Namun dia justru terperangkap oleh mantra dari ritual kultus yang dilakukan oleh aristokrat Inggris Roderick Burgess.

Sebenarnya Roderick ingin menangkap Death demi bisa menghidupkan kembali putranya yang telah meninggal dunia, namun justru Morpheus yang terseret.

Roderick kemudian melucuti semua benda-benda milik Morpheus yang semuanya kemudian dicuri oleh Ethel Cripps yang mengandung anak dari Roderick.

Dengan ditahannya Morpheus selama satu abad, dunia dihinggapi epidemi “Sleepy Sickness”, dimana banyak orang tertidur dalam waktu yang panjang.

Putra Roderick, Alex, kini mewariskan penjagaan Morpheus bersama pasangannya Paul hingga mereka berusia senja. Alex ingin membuat Morpheus bicara, tapi dia tetap bungkam.

Paul dengan sengaja menghapus segaris mantra di lantai sehingga Morpheus bisa terbebas darinya. Morpheus kemudian mengutuk Alex dengan tidur yang abadi.

Morpheus kembali ke Dreaming, kerajaannya yang terbengkalai. Dia harus mengumpulkan kembali tiga benda miliknya yang tidak diketahui keberadaannya.

Menolak untuk meminta bantuan saudara-saudaranya, Morpheus ingin mendatangi Fate Mothers. Tapi sebelumnya dia harus memiliki kekuatan dari benda ciptaannya sendiri terlebih dahulu.

Morpheus mengunjungi Cain dan Abel untuk meminta gargoyle pemberiannya. Meski mereka memberikannya, Cain dan Abel terlibat pertengkaran hebat yang berujung kepada pembunuhan Abel berkali-kali.

Dari Fate Mother, Morpheus berhasil mendapatkan informasi keberadaan pasir, helm dan mirah miliknya. Dibantu oleh Matthew sang burung gagak, Morpheus siap memulai petualangannya mencari ketiga benda miliknya tersebut.

Morpheus melacak keberadaan Johanna Constantine yang mengetahui keberadaan kantung pasir miliknya. Meski awalnya tidak peduli, akhirnya Johanna membawa Morpheus ke rumah temannya yang terbaring sakit karena efek pasir tersebut.

Awalnya Morpheus ingin meninggalkan wanita itu begitu saja, tapi melihat Johanna yang sedih, dia mendatangkan kematian pada wanita itu dengan cara yang tenang.

Sementara itu, Ethel yang menjadi penjual benda-benda antik mengunjungi putranya di rumah sakit jiwa. Dia memberikan John, putranya, jimat yang selama ini dia pakai agar tetap awet muda dan tidak terkalahkan oleh siapapun. Dengan jimat itu, John berhasil keluar dari tempat itu.

Morpheus mengunjungi neraka untuk mencari setan yang menyimpan helm miliknya. Namun setan itu hanya mau memberikan helm dengan permainan tantangan antara Morpheus dan Lucifer.

Saling adu kuat, Morpheus unggul dengan mengajukan “harapan” sebagai kartu as dalam permainan tersebut. Meski menerima kekalahan, Lucifer berjanji suatu saat akan membunuh Morpheus.

Sementara itu, John mendapat tumpangan dari seorang wanita baik hati yang mengantarnya ke tempat dia menyimpan mirah milik Morpheus. Meski Morpheus menemukannya terlebih dahulu, namun kekuatan mirah itu justru menyerangnya karena mirah itu sudah dimodifikasi oleh John.

Tidak berapa lama kemudian, John mengambil mirah itu dan memberikan jimat miliknya kepada wanita yang mengantarnya dalam kondisi ketakutan.

John yang terasuki mirah, duduk di sebuah kantin dan memperhatikan pegawai serta pengunjungnya. John kemudian membuat mereka semua tidak bisa berbohong yang berujung kepada pembunuhan.

Dalam skala besar, John juga mempengaruhi peristiwa kerusakan yang terjadi di seluruh dunia. Morpheus datang setelah semua orang di kantin itu tewas dan membawa John ke alam mimpi.

Bermaksud meraih kejayaan dengan menghancurkan mirah itu, justru Morpheus mendapatkan kembali seluruh kekuatannya dengan leburan dari mirah tersebut. Morpheus kemudian mengembalikan John ke rumah sakit jiwa dalam keadaan tidur yang panjang.

Setelah kekuatannya kembali utuh, Morpheus tidak memiliki tujuan lain. Dia mengunjungi kakaknya, Death, dan menemaninya dalam bertugas. Dari sini, Morpheus menemukan kembali tujuan hidupnya sebagai penguasa alam mimpi.

Dalam kisah kilas balik, Morpheus mengabulkan permintaan seseorang yang ingin hidup selamanya. Mereka berjanji akan bertemu di pub itu satu abad lagi.

Dan mereka terus bertemu sekali dalam seabad secara rutin hingga Morpheus terperangkap selama satu abad yang membuatnya melewatkan satu pertemuan. Namun setelah bebas, Morpheus menemui Hob dan menyatakan persahabatan mereka.

Setelah ibunya wafat, Rose Walker mencari keberadaan Jed, adiknya, yang terpisah lama darinya. Rose adalah Vortex yang bisa menembus dan memanipulasi mimpi. Kemampuan Rose ini hendak digunakan oleh Desire dan Despair untuk melawan Morpheus.

Rose mendapat undangan dari Unity di Inggris yang ternyata adalah nenek buyutnya. Unity membiayai Rose dalam pencarian Jade dan mengirimnya kembali ke Amerika.

Rose masuk ke alam mimpi dan bekerja sama dengan Morpheus dalam melacak keberadaan Jed. Morpheus menduga Jed di bawah pengaruh Gault sang mimpi buruk, sehingga mimpi Jed tidak terlacak oleh Morpheus.

Sementara itu, Corinthian memburu Rose hingga ke London dan kembali ke Amerika lagi. Dia diundang sebagai tamu kehormatan di konvensi pembunuh berantai.

Dengan bantuan dari penghuni penginapan, Rose membagikan selebaran demi mencari keberadaan Jed. Lewat mimpi, Rose dan Morpheus berhasil bertemu dengan Jed yang berada di bawah pengaruh Gault.

Morpheus membawa kembali Gault ke alam mimpi dan menghukumnya dalam kegelapan karena melanggar tugasnya.

Lyta, sahabat Rose, mengandung setelah mimpi bertemu mendiang suaminya. Semua ini terjadi karena Rose sempat singgah dalam mimpi Lyta.

Corinthian datang ke rumah Jed dan membunuh kedua orang tua asuhnya lalu membawa Jed bersamanya ke konvensi pembunuh berantai. Corinthian menghubungi Rose dan memintanya untuk datang ke konvensi tersebut.

Demi menjaga keseimbangan alam mimpi yang diguncang gempa karena adanya persinggungan alam lain, Morpheus harus memindahkan Hector ke alam kematian.

Dan Morpheus juga meminta anak yang dikandung oleh Lyta suatu saat nanti karena anak itu dibuat di alam mimpi yang otomatis menjadi miliknya.

Sementara itu Rose yang ditemani Gilbert sampai di lokasi konvensi. Setelah mengetahui bahwa tamu konvensi tersebut adalah para pembunuh berantai, Jude berusaha melarikan diri.

Setelah melihat Corinthian, Gilbert juga pergi dari lokasi itu. Dan Gilbert ternyata adalah Fiddler’s Green, penduduk alam mimpi. Dia memberi tahu Morpheus lokasi Corinthian dan Rose.

Morpheus menghadapi Corinthian di tengah konvensi. Tapi Corinthian bisa melukai Morpheus karena kekuatan Rose yang semakin besar. Meski begitu, Morpheus berhasil memusnahkan Corinthian.

Rose dan Jed berhasil keluar dari hotel dengan selamat. Semua orang yang disayangi Rose terhisap oleh badai di alam mimpi yang membuat Rose harus berhadapan dengan Morpheus.

Sesaat hendak memberikan hidupnya, Unity datang menghampiri Rose dan Morpheus. Apa yang hendak dijelaskan oleh Unity? Benarkah ada konspirasi jahat diantara keluarga kaum Endless?

Semua misteri ini akan terkuak dengan menonton episode terakhir ini hingga usai. Tapi cerita belum berakhir sampai disini. Masih ada janji dendam dari neraka yang sudah disulut oleh Lucifer dan Azazel!

Adaptasi dari Komik yang “Tak Mungkin Dijadikan Film”

Adaptasi dari Komik yang “Tak Mungkin Dijadikan Film”

DC Comics dikenal sebagai salah satu penerbit yang mencetak banyak superhero, sebut saja Superman dan Batman. Dari karakter dan jalan ceritanya, semua terkesan dewasa dan cenderung rumit.

DC memiliki beberapa komik yang dianggap oleh pembaca dan kritikus sebagai unfilmable (tak mungkin dijadikan film). Selain ceritanya yang rumit, penggambarannya juga sulit untuk ditampilkan secara visual.

Namun setelah suksesnya film Watchmen (2009) dan disusul mini serinya yang dirilis di HBO pada tahun 2019, para penggemar komik DC menanti proyek komik dengan status unfilmable lainnya.

Jawaban itu baru hadir di tahun 2022 setelah proyek The Sandman sempat tertunda puluhan tahun. Dicanangkan sejak tahun 1991, proyek film The Sandman terbengkalai selama 12 tahun.

Di tahun 2013, David S. Goyer masuk sebagai penulis naskah dan membawa Joseph Gordon-Levitt sebagai pemeran utama sekaligus sutradaranya.

Namun di tahun 2016, Joseph Gordon-Levitt meninggalkan proyek ini karena perbedaan kreatifitas. Warner Bros kemudian berniat mengalihkan proyek ini sebagai serial TV yang disambut oleh Netflix di tahun 2019.

Dengan bujet yang besar, Neil Gaiman, David S. Goyer dan Allan Heinberg sebagai penulis naskah dan produser memaksimalkan seluruh lini dari serial ini.

Memilih 16 edisi komiknya yang dimampatkan menjadi 10 episode, season pertama ini menggelar kisah petualangan Morpheus mengumpulkan kembali kekuatan dan kekuasaannya sebagai raja alam mimpi.

Banyak hal spektakuler yang ditampilkan di sepanjang serial ini yang membuat kita kagum, terutama kemegahan efek visual dan keapikan sinematografinya.

Di 5 episode awal, kita melihat serial ini lebih berupa film dalam durasi yang panjang. Dari penuturan cerita yang detail, seolah tidak diburu dengan waktu, kita ikut dibawa dalam membangun pondasi kisah dan psikologis para karakternya.

Petualangan Morpheus dalam mengumpulkan benda-benda miliknya membawa dia harus memasuki alam demi alam, bahkan hingga ke neraka dan berhadapan dengan Lucifer.

Semua alam fantasi ini ditampilkan dengan sangat menakjubkan dengan efek visual yang sangat bagus dan tidak terkesan murahan sama sekali.

Ditambah lagi dengan desain produksi yang sangat teliti dalam menyuguhkan segala sesuatu yang harus tampil di layar.

Beberapa adegan dalam kisahnya harus melintasi waktu dan berbagai era, sehingga mulai dari kostum dan nuansanya dibuat sedekat mungkin dengan berbagai zaman yang berbeda itu. Dan tim produksi bisa dibilang berhasil menghadirkannya dengan kadar yang sangat baik.

Performa Sempurna Para Pemerannya

Performa Sempurna Para Pemerannya

Apakah terlalu berlebihan jika menganggap para pemeran serial ini tampil dalam performa sempurna? Sebenarnya tidak juga. Mulai dari Tom Sturridge yang berperan sebagai Morpheus hingga Patton Oswalt yang mengisi suara Matthew sang burung gagak sangat apik membawakan karakter masing-masing.

Memang tidak semua pemeran tampil di seluruh episode, tapi ketika mereka tampil di dalam sebuah adegan, mereka menghadirkan performa yang berada pada tingkat teratas.

Semua pemeran seolah sangat mengenal karakter yang mereka bawakan, sehingga tidak ada kesan perubahan yang terjadi secara mendadak.

Jika ada perubahan pun semua dibangun lewat penuturan yang logis dan kokoh. Sebagai contoh perubahan sikap Morpheus yang cenderung egois menjadi lebih menerima masukan para pegawainya.

Perubahan ini ditampilkan secara bertahap dalam beberapa adegan yang juga tidak berada di setiap episodenya, sehingga tidak ada kesan dipaksakan dan terburu-buru.

Begitu pula dengan Rose Walker yang mencoba dewasa di usianya yang masih muda. Dari rangkaian kejadian yang dihadapinya, arogansinya luluh demi keselamatan orang-orang yang disayanginya. Dan solusi akhirnya terasa adil bagi Morpheus juga Rose.

Tempo Lambat Namun Menghanyutkan

Tempo Lambat Namun Menghanyutkan

Sebagai sebuah serial adaptasi komik, The Sandman benar-benar memaksimalkan durasi yang lapang dalam menuturkan ceritanya dengan tempo yang lambat. Serial ini memiliki dua kisah besar yang dibagi ke dalam 10 episodenya.

Dari episode pertama sampai episode kelima menceritakan petualangan Morpheus dalam mengumpulkan kembali benda-benda miliknya yang telah dicuri darinya.

Dia sampai harus menembus berbagai alam demi mendapatkannya. Di empat episode awal, kita akan dibuat takjub dengan efek visual dan sinematografi yang megah.

Episode kelima merupakan penutup dari petualangan Morpheus yang seolah berdiri sendiri dalam menceritakan efek dari mirah di tangan John.

Beberapa karakter di sebuah kantin menjadi korban dalam skala kecil, sedangkan dalam skala besarnya diperdengarkan lewat berita TV yang selalu disimak oleh John. Khusus episode ini, otak kita akan diperas untuk berpikir dan jantung kita dipaksa berdegup kencang.

Sementara episode keenam adalah rangkaian kisah yang menjadi pondasi perubahan sikap Morpheus tentang arti persahabatan dan meminimalisir rasa egois demi menerima saran dari orang lain, juga tujuan dirinya diciptakan.

Terkesan agak statis dan membosankan, kita masih sedikit terhibur dengan cara Death menjemput jiwa manusia. Mulai episode ketujuh hingga kesepuluh, cerita berfokus kepada kehadiran Rose sebagai Vortex yang mengancam keberlangsungan alam mimpi dan kehancuran seluruh alam.

Rangkaian adegannya terasa lebih dinamis daripada beberapa episode awal terutama karena pengejaran penuh liku Morpheus terhadap Corinthian yang memburu Rose dalam mencari adiknya.

Terasa berdiri sendiri, ternyata di episode akhir diceritakan hubungan semua karakter ini yang ternyata adalah konspirasi yang digagas oleh saudara Morpheus sendiri, yaitu Desire.

Memang di beberapa episode sebelumnya kita tahu bahwa Desire merencanakan hal yang buruk untuk ditimpakan kepada Morpheus, tapi kita masih buta dengan skema yang direncanakannya. Dan semua menjadi jelas di episode terakhirnya.

The Sandman tampil sebagai sebuah serial yang spektakuler. Kuat di sisi akting, efek visual, sinematografi, desain produksi dan komposisi musik, namun serial ini sedikit lemah pada tempo dan jalan ceritanya yang lambat.

Selain itu, beberapa perbedaan dari komiknya mungkin akan sedikit mengecewakan para fans sejati The Sandman.

Tapi bagi penonton umum yang belum pernah membaca komiknya, sudah pasti kita akan dibuat tertegun, terpesona, kagum sekaligus terkuras otaknya karena hanyut dan tenggelam dalam kisah yang disuguhkan.

Menyisakan sebuah dendam Lucifer di episode akhir, merupakan jembatan yang bagus untuk season 2 nanti. Segera tonton serial ini di Netflix sekarang juga, ya!

Kategori:
cross linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram