Sinopsis dan Review Film The Architecture of Love
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.
Nama Ika Natassa memang sudah melegenda di dunia penulisan serta perfilman Indonesia. Banyak novel karangannya yang laku keras bahkan sukses difilmkan secara komersial oleh para sineas. Beberapa film yang diadaptasi dari novel karangannya ini mungkin pernah kamu tonton. Ada Critical Eleven, Antologi Rasa, juga Twivortiare.
Di tahun 2020, sutradara Teddy Soeriaatmadja dan tim produksi StarVision plus mewujudkan kisah The Architecture of Love (TAOF) karya Ika dalam bentuk film yang dibintangi banyak aktor kawakan seperti Nicholas Saputra, Putri Marino, Oemar Danile hingga Jerome Kurnia.
Meski sempat mengalami penundaan beberapa tahun karena Pandemi COVID-19, TAOF akhirnya resmi mengudara di tahun 2024.
Lantas, kisah apa yang disajikan Ika Natassa dalam film ini yang juga mengambil peran sebagai penulis skenario?
Sinopsis
Tahun Rilis | 2024 |
Genre | Drama, Romance |
Sutradara | Teddy Soeriaatmadja |
Pemeran | Nicholas Saputra Putri Marino |
Review | Baca di sini |
Di hari perilisan film yang diadaptasi dari buku laris karyanya, kehidupan Raia Rasjid terasa sempurna. Selain banyak fans dan wartawan yang sudah tak sabar untuk menunggu pemutaran film tersebut, sang suami, Alam, juga mendampinginya dengan bangga.
Raia bahkan secara terang-terangan mengatakan pada pers bahwa novel karyanya yang berjudul Rindu tersebut terinspirasi oleh Alam. Namun, belum acara perilisan film selesai, Alam meminta izin pulang karena merasa perutnya sakit. Raia yang cemas pun mengizinkan sang suami, bahkan mulai bawel memberikan nasihat pada Alam agar kondisinya membaik.
Setelah acara prescon selesai, tanpa berlama-lama Raia lantas menengok kondisi suaminya di apartemen. Tapi bukannya melihat sang suami terkapar lemas di kasur, Raia malah menyaksikan mimpi terburuknya: Alam tengah berselingkuh dengan wanita lain.
Perasaan Raia campur aduk tapi keputusannya bulat untuk tidak pernah memercayai Alam lagi setelah kejadian itu. Raia pun menggugat cerai Alam.
Beberapa tahun kemudian, Raia memutuskan untuk mencari inspirasi di kota New York sebagai bahan pembuatan buku terbarunya. Selain karena mengalami writer’s block, Raia juga sudah ditagih oleh editornya sehingga mau tak mau ia harus segera mencari kisah yang menarik.
Kebetulan Raia memiliki teman dekat, Erin, yang tinggal di sana, sehingga tidak sulit baginya untuk beradaptasi dengan New York.
Erin sendiri sebenarnya memiliki rencana lain untuk Raia. Ia ingin sahabatnya itu move on dan memiliki pujaan hati baru agar Raia bisa melupakan kesakitannya dulu. Karena itulah ia mengajak Raia menuju sebuah pesta yang diadakan oleh Diaz Umbara, seorang musisi asal Indonesia yang juga gebetan Erin.
Di pesta tersebut Raia disambut oleh seorang pria muda asal Indonesia bernama Aga, yang ternyata disuruh oleh Erin. Raia pasrah mengobrol dengan Aga meski tetap tidak tertarik dengan konsep “ajang pencarian jodoh” ini.
Setelah selesai izin pergi ke toilet untuk mencari udara segar sebentar, tak disangka Raia juga bertemu dengan pria Indonesia lain di sana. Pria misterius yang tengah asyik menggambar di bukunya itu pun memulai perbincangan dengan Raia.
Walau obrolan keduanya singkat, tanpa sadar Raia merasa tertarik dengan si pria, meski sayangnya mereka harus kembali berpisah ketika pertunjukkan Diaz dan band-nya di pesta akan dimulai.
Keesokan harinya, Raia memutuskan untuk melanjutkan kembali bahan tulisannya di taman setelah sebelumnya menolak ajakan Erin untuk jogging bareng bersama Diaz. Lucunya, Raia Kembali bertemu dengan pria misterius yang mengajaknya ngobrol semalam. Mereka kembali berbincang, pria Indonesia itu memperkenalkan dirinya sebagai River Jusuf.
River memberikan secarik kertas berisikan gambar wajah Raia dan mengajaknya pergi untuk ngopi bareng. Keduanya bahkan membuat janji untuk berkeliling kota New York keesokan harinya.
Setelah beberapa kali menghabiskan waktu bersama mengelilingi kota New York, Raia semakin tertarik pada River. Pengetahuannya perihal gedung-gedung di New York membuatnya terpukau.
Pria yang berprofesi sebagai arsitek itu juga tampak menikmati waktunya dengan Raia, meski setiap kali Raia memanggilnya “Bapak Sungai,” River merasa terganggu. River bahkan sampai rela mengantar Raia ke tempat pekerjaan paruh waktunya di sebuah toko buku, meski akhirnya ia menjadi saksi bahwa adiknya, Aga, memiliki perasaan khusus pada Raia.
Kedatangan Raia di kehidupan River pun sedikit banyak mengubahnya. River jadi tertarik untuk mengenal wanita itu lebih jauh lewat buku-buku yang ditulisnya. River sampai menenggelamkan dirinya untuk membaca novel karangan Raia sampai selesai.
River tak bisa menahan perasaannya sehingga tanpa sadar menggambar wajah Raia di salah satu halaman novel. Ketika Aga menemukan novel yang selesai dibaca abangnya itu, ia terkejut namun tetap rela mengalah. Tak lama, Aga bahkan merencanakan pertemuan sang kakak dengan Raia lewat acara menginap dengan Erin dan Diaz di rumah River.
Lalu, apakah hubungan Raia dan River berjalan mulus? Tentu saja tidak. Setelah mengetahui bahwa adiknya juga menyukai Raia, River sering tiba-tiba menghilang. Ketika Raia menanyakan hal-hal tentang dirinya, River juga merasa terganggu, memarahi Raia dan berakhir menghilang tanpa kabar.
Pertemuannya di rumah dengan Raia dan teman-temannya juga terasa canggung karena ia malah berakting pura-pura tidak mengenal wanita itu. Hal ini otomatis membuat Raia sedih, juga membuat Aga jengkel.
Yang lebih membuat Raia sakit hati adalah ketika River tiba-tiba pamit untuk kembali ke Indonesia setelah selesai mengajaknya makan malam. Raia merasa dipermainkan oleh pria ini karena River tak pernah terus terang dengannya.
Keanehan sikap River ini bukannya tanpa sebab. Rupanya, pria tersebut tengah mengatasi trauma dari kejadian yang pernah dialaminya dahulu. Kematian istri tercintanya, Andara, dalam sebuah kecelakaan membuat River kehilangan arah.
Kepergiannya ke New York adalah ajang untuk mengenang sang istri yang sangat ingin mereka bulan madu ke sana. Ia tak pernah menyangka akan jatuh cinta kembali dengan wanita lain di sana, Raia, karena di saat bersamaan ia belum bisa melupakan sosok Andara.
Tak hanya cinta yang tertinggal, River juga menyimpan perasaan menyesal sangat dalam atas kematian istrinya. Pasalnya, ia berada dalam mobil yang sama dengan Andara di malam sang istri tewas. Dan yang membuatnya sangat terpukul adalah ketika mengetahui fakta bahwa Andara tengah mengandung.
Akankah River bisa mengatasi traumanya ini dan membuka lembaran hidup baru? Dan bagaimana kelanjutan kisahnya dengan Raia?
Perjalanan Romantis Mengatasi Trauma
Pertemuan cinta kedua Raia dan trauma masa lalu River menjadi konflik utama kisah The Architecture of Love. Sikap River yang suka nge-ghosting namun kadang ada untuk menemani Raia berkeliling New York, membuat perasaan Raia campur aduk.
Walau pada awalnya kita dibuat kebingungan dengan sikap aneh River, perlahan kita akan mengerti bahwa masa lalu menyakitkan yang membentuknya seperti ini. Untungnya, pertemuannya dengan Raia perlahan menyadarkan River untuk terus melanjutkan hidup walau perlu waktu lama untuk sampai di titik tersebut.
Premi ini berhasil dikemas Ika Natassa dengan kadar drama yang cukup. Alhasil, kisah TAOL jadi terasa realistis. Bahkan, saya percaya mungkin di luar sana ada orang yang tengah mengatasi rasa kehilangan seperti River juga ada orang yang tengah mencari cinta kedua sepeti Raia. Film ini akan terasa berbeda bagi kita yang tengah berada di situasi sama dengan mereka.
Berhiaskan Keindahan Kota New York
Selain perjalanan cinta Raia, kita juga disuguhi keindahan kota New York lewat film ini. Banyak bangunan yang dikenalkan oleh TAOL lewat kencan Raia dan River. Bahkan, beberapa fungsi bangunan dikaitkan dengan permasalahan dalam cerita sehingga membuatnya terasa ikonik.
Aspek ini membuat saya mengerti mengapa kisahnya diberi judul “The Architecture of Love”. Meski rasanya hanya dua bangunan yang ditunjukkan fungsionalitasnya, sisanya digambarkan oleh penjelasan River yang terasa seperti seorang dosen.
Ending Konvensional dengan Sedikit Twist
Sejujurnya tidak ada perkembangan konflik yang signifikan dari versi film TAOF, saya bisa menebak akan seperti apa ending yang dibuat Ika Natassa walau tak pernah membaca versi novelnya. Namun, ada suatu twist menarik di akhir film. Tepatnya ketika saya mengetahui siapa saja pria yang menyimpan perasaan pada Raia selama ia berada di New York.
Twist ini sedikit membuat ending TAOL terasa agak berbeda. Bagusnya lagi twist ini tidak mejadi babak baru pengejaran cinta Raia, sehingga tidak menambah kepelikan cerita dan semata-mata berperan sebagai element of surprise. Hingga akhir film, pendirian Raia teguh dan hanya memilih satu orang sebagai pujaan hatinya.
Overall, TAOL sukses mengobati kita akan kerinduan film-film adaptasi novel Ika Natassa. Kisah romantis berbalut lika-liku kehidupan masa kini yang terasa sangat realistis kembali disajikan dalam film ini. Tak lupa, kota New York sebagai latar tempat menambah keindahan kisahnya.
Film ini diproduksi degan cukup baik meski sempat mengalami penundaan dan ditunjang dengan akting dari para aktornya yang sangat prima.
Hanya kesalahan minor yang saya jumpai dari pengerjaan filmnya seperti pergerakan kamera yang masih kurang mulus juga penggunaan makeup yang tampak tidak natural di beberapa scene. Namun, hal-hal ini tak mengurangi ensansi kisah utamanya yang sangat baik.